#shorts
TRIBUN-VIDEO.COM - Setelah pasukan pendudukan Jepang berkuasa ke Indonesia, ia menjadi anggota panitia Seinendan dan anggota Angkatan Muda Indonesia.
Ia juga menjadi anggota Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pimpinan empat serangkai: Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan Kiai Haji Mas Mansyur. (2)
Namun, setelah melihat kekejaman pasukan Jepang, ia menjadi anti-Jepang dan ikut membentuk Barisan Banteng.
Keberanian Chairul Saleh bisa dilihat menjelang runtuhnya kekuasaan Jepang pada pertengahan tahun 1945.
Ketika itu, ia mengajak teman-temannya menentang kaum tua yang masih percaya bahwa Jepang membantu persiapan kemerdekaan Indonesia.
Ia menolak ikut keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Ia juga berada di balik aksi “penculikan” Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok sehari menjelang proklamasi kemerdekaan.
Sukarno-Hatta pun akhirnya mengumandangkan proklamasi Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ketika Belanda melancarkan agresi II, Chaerul Saleh keluar dari Yogyakarta dan kemudian melakukan perang gerilya di Sanggabuana, Jawa Barat, bersama Laskar Rakyat.
Sikapnya yang sangat militan dengan tidak bersedia berhubungan dengan Belanda dalam bentuk apa pun membuat Laskar Rakyat pimpinannya harus berhadapan dengan pasukan Belanda (NICA), TNI, dan juga pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TIl) ketika dilangsungkannya Konferensi Meja Bundar (KMB).
Meski Chaerul kemudian berhasil menyelusup masuk ke Jakarta, ia ditangkap pihak berwajib karena pengkhianatan bekas anak buahnya.
Chaerul ditahan di penjara Paledang (Bogor), kemudian dipindahkan ke berbagai rumah tahanan lainnya, seperti penjara Gang Tengah, Glodok, Banceuy (Bandung) sebelum akhirnya dipindahkan ke Nusa Kambangan.
Karena campur tangan Mohammad Yamin yang menjabat Menteri Kehakiman, Chaerul dibebaskan dan kemudian dikirim ke Bern, Swiss, dengan dalih tugas belajar selama 4 tahun (1952–1956).
Kepeduliannya kepada nasib bekas anak buahnya (Laskar Rakyat) membuat Chaerul mengupayakan perbaikan nasib bagi mereka hingga akhirnya terbentuklah Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). (3)
Chaerul Saleh kemudian diangkat menjadi Menteri Urusan Veteran pada tanggal 9 April 1957 dan dianugerahi pangkat Jenderal Kehormatan.
Chaerul juga pernah diangkat menjadi Menteri Perindustrian dan Menko Pembangunan serta menjadi Wakil Perdana Menteri III pada tahun 1963.
Chaerui pernah pula memangku jabatan Ketua Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) pada tahun 1960–1966.
Ketika terjadi peristiwa G-30-S, Chaerul Saleh tengah berada di Beijing, Cina.
Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Dr. Ir. H. Soekarno
Chaerul yang sangat antikomunis bertekad akan mengadakan perlawanan dari luar negeri (Thailand) jika PKI menang.
Namun, setelah didapat kabar PKI dapat digulung, Chaerul berencana pulang ke tanah air.
Namun setibanya di Indonesia, Chaerul dimasukkan dalam daftar hitam karena dicurigai terlibat G-30-S
Tuduhan selanjutnya yang dikenakan pada Chaerul adalah melakukan tindak korupsi 5 juta dolar AS pada proyek Petro Kimia di Gresik.
Chaerul Saleh dikenakan tahanan rumah (16 Maret 1966) dan selanjutnya ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM) di Jalan Budi Utomo, Jakarta (16 April 1966) hingga akhirnya mengembuskan napas terakhirnya hari Rabu 8 Februari 1967.
Jenazahnya dimakamkan oleh istri dan keluarganya di Taman Pemakaman Umum Karet, Jakarta.
https://www.tribunnewswiki.com/2021/0...